Kamis, 23 Oktober 2014

CRITICAL THINKING

Apa itu Critical Thingking?
            Critical Thingking (berfikir kritis) merupakan proses mental untuk menganalisis atau mengevaluasi informasi. Informasi yang didapatkan dari hasil pengamatan, pengalaman, akal sehat atau komunikasi. Belajar untuk berpikir kritis berarti menggunakan proses-proses mental, seperti memperhatikan, mengkategorikan, seleksi, dan menilai/memutuskan.

Definisi Critical Thingking
Definisi dari beberapa para ahli:
Ø  Schafersman (1991), menyatakan bahwa berfikir kritis adalah berfikir dengan benar berdasarkan pengetahuan yang relevan dan reliable, atau cara fikir yang beralasan, relfektif, bertanggung jawab, dan mahir.
Ø  John Dewey (2001), menjelaskan bahwa critical thingking adalah pertambangan yang aktif dan tepat serta berhati-hati atas keyakinan dan keilmuan untuk mendukung kesimpulan.
Ø  Fisher (2001), menyatakan bahwa critical thingking adalah kegiatan berfikir yang beralasan dan reflektif yang memfokuskan pada apa yang diyakini dan apa yang akan dilakukan.
Ø  The APA concensus definition (1996), sebagai keputusan yang memiliki tujuan dan dilakukan sendiri oleh pelaku kegiatan berfikir, sebagai hasil dari kegiatan interpretasi, analisis, evaluasi dan inferensi serta penjelasan dari pertimbangan yang didasarkan pada bukti, konsep, metodologi, kriteriologi dan kontekstual, yang kemudian melandasi keputusan yang dibuat oleh orang tersebut.
Ø  Facione (2004), menjelakan bahwa cognitive skill, bagian penting dalam kegiatan berfikir kritis adalah interpretasi, analisis, evaluasi, inferensi, penjelasan dan pengaturan pengelolaan diri.
Hal-hal yang harus diajarkan dalam Critical Thingking
Duldt-Battey (1997) menjelaskan terdapat 3 tingkatan berfikir kritis, yaitu:
1)      Tahap Verbal, tahap yang paling superfisial, karena mahasiswa hanya menyatakan atau memberi definisi atas sesuatu. Jadi mahasiswa menyampaikan pengetahuannya dan definisi-definisi yang ia ketahui dengan kata-kata dan dosen yang baik harus mendengarkan mahasiswa mengenai apa pemahamannya terhapad materi.
2)      Tahap Membaca, tahap ini agak lebih sulit dari tahap verbal, karena tahap ini siswa diharuskan memahami bagaimana seseorang menjelaskan sesuatu dan dosen harus mengetahui bagaimana siswa meniterpretasikan apa yang telah dibacanya.
3)      Tahap Menulis, tahap ini tahap yang paling sulit. Pada tahap ini mahasiswa harus mampu menuliskan apa yang difikirkannya dan mempresentasikannya dalam bentuk yang bisa dipahami oleh orang lain. Sebagai dosen harus memeriksa struktur dan isi substansi tulisan serta presentasi mahasiswa atas tulisan tersebut secara oral.


SUMBER: http//www.fkunissula.ac.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar